Jumat, 12 Agustus 2016

Pilihan Bekerja Sesuai Passion atau Karena Kehangatan Hubungan



Manakah yang lebih kuat menarik karyawan untuk mempertahankan pekerjaannya di suatu perusahaan? Karena passionnya kah atau karena hangatnya hubungan dengan orang-orang yang ada di perusahaan tempat ia bekerja?

Sebagai seorang manajer atau atasan, seringkali kita dapati situasi dimana karyawan yang sedang kita bina tiba-tiba mengajukan resign. Padahal kita sudah melewati banyak waktu dan mengeluarkan banyak energi juga untuk mendidik mereka supaya kinerjanya sesuai dengan yang kita harapkan. Ujung-ujungnya, kita bukan hanya kehilangan supporter yang bisa mendukung pencapaian target di bagian/ departemen ataupun divisi yang kita pimpin. Kita juga kehilangan sebagian energi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi. Pada puncaknya, kita harus memulai lagi dari awal untuk membangun tim yang terganggu menjadi tim yang solid lagi. Jelas, pencapaian target sesaat ataupun jangka panjang dapat terhambat. Dapat terselesaikan karena dua kemungkinan, tim yang masih ada dapat segera mengambil alih kekosongan personel (back up) atau tim mendapat personel pengganti yang kualifikasinya sesuai dengan cepat.

Di sisi lain, sebagai seorang karyawan juga seringkali dihadapkan pada kondisi ‘galau’ (bimbang dengan kondisi yang dihadapi), apakah ingin melanjutkan pekerjaan di suatu tempat atau ingin memilih pindah ke tempat lain. Dengan alasan yang tentunya juga beragam. Mulai dari keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, yang jarak tempuh dari rumah lebih dekat, yang memberi gaji lebih besar (tentunya ini akan sangat banyak dicari), dan tak sedikit juga yang ingin mencari kenyamanan dalam bekerja. Hal ini berkaitan dengan kepuasan kerja.


Dapat bekerja di sebuah perusahaan besar dan mapan tentu menjadi harapan setiap orang. Apalagi jika kita memperoleh posisi atau bidang pekerjaan yang sesuai betul dengan passion. (Passion is a very strong feeling about a person or thing. Passion is an intense emotion, a compelling enthusiasm or desire for something). Dapatlah dibayangkan orang tersebut tidak hanya akan memperoleh kepuasan kerja secara professional, namun secara pribadipun ia akan sangat menikmati hari-hari kerja dengan tumpukan tugas dan menjalankan tuntutannya dengan senang hati. Yang seperti ini akan bertahan lama. Hanya saja, pekerjaan impian seperti ini bukan saja menuntut kemampuan yang prima (kualifikasi yang harus dipenuhi pastilah sangat panjang), tentunya juga menuntut hasil kesesuaian bidang (psikotes) yang tesnya selalu dianggap sulit oleh sebagian besar orang awam. Artinya, sebagian karyawan yang memilih bekerja karena passion tentu karena ia juga memiliki kemampuan yang dapat dipertanggung jawabkan di bidangnya dan lulus psikotes. Sebagian lain, karena beruntung lulus wawancara tanpa psikotes (tidak melalui psikotes tetapi memperoleh bidang pekerjaan yang sesuai minat). Lalu bagaimanakah nasib karyawan yang tidak pernah lulus tes kesesuaian bidang? Apakah ia tidak memiliki peluang untuk bekerja, bertahan lama, dan merasa puas dengan yang ditekuninya?

Contoh situasi yang ada saat ini terjadi di salah satu perusahaan outsourcing security di Bandung. Turn over yang terjadi termasuk sangat tinggi. Dan kenyataannya tidak hanya di perusahaan ini saja, tapi di tempat lain yang sejenis juga tampaknya keluar masuk karyawan menjadi kegiatan rutin setiap bulan, bahkan mungkin setiap minggu. Pertanyaannya, apakah semua anggota security itu selalu berpindah-pindah? Ternyata tidak. Meskipun tidak sampai 50% nya saja sisa yang bertahan di suatu tempat, tapi mereka sanggup menunjukkan loyalitas yang cukup tinggi terhadap perusahaan. Kebanyakan dari mereka merasa sudah nyaman dengan kondisi pekerjaan di lapangan, dan yang lebih penting lagi adalah mereka merasa sudah nyaman dengan hubungan yang terjalin di antara rekan-rekan kerja satu tim ataupun dengan atasan langsung. Saling mem-backup ketika ada anggota security yang sakit, saling mendukung ketika ada yang mengalami musibah, saling berbagi ketika ada situasi bahagia, dan sebagainya. Kenyamanan hubungan inilah yang sepertinya mendukung terbentuknya kepuasan kerja buat sebagian besar anggota security di lapangan. Bahkan tak jarang mereka menolak untuk dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi atau pindah lokasi kerja dengan alasan sudah cukup nyaman di tempat bekerja yang sekarang.

   
Teori yang disampaikan Wexley dan Yukl (1977) berpendapat bahwa pekerjaan yang terbaik bagi penelitian-penelitian tentang kepuasan kerja adalah dengan memperhatikan baik faktor pekerjaan maupun faktor individunya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu gaji, kondisi kerja, mutu pengawasan, teman sekerja, jenis pekerjaan, keamanan kerja dan kesempatan untuk maju serta faktor individu yang berpengaruh adalah kebutuhan-kebutuhan yang dimilikinya, nilai-nilai yang dianut dan sifat-sifat kepribadian. 


Tampaknya, jika menilik pada kondisi yang dicontohkan tadi serta teori Wexley dan Yukl (1979), maka kebutuhan-kebutuhan individu inilah yang patut kita perhatikan, ketika kesesuain minat dengan bidang kerja (hasil psikotes) atau passion tidak diperoleh seorang karyawan untuk dapat bertahan lama di suatu perusahaan. Dengan begitu, sebagai karyawan tidak perlu berkecil hati lagi dan merasa bahwa pekerjaan yang ditekuninya tidak akan memberikan kepuasan. Tidak perlu terus-menerus melamar ke sana kemari untuk mendapatkan pekerjaan lain yang dianggap lebih sesuai. Cukuplah mencari kenyamanan itu dengan memenuhi kebutuhan lain yang lebih memungkinkan. Salah satunya adalah dengan membangun hubungan yang lebih menyenangkan dengan rekan-rekan kerja atau atasan. Hal ini, tentu berlaku sebaliknya buat manajer atau atasan. Kalau ingin bawahannya lebih kerasan dan bertahan lama, mendekatkan diri secara lebih personal menjadi pilihan yang baik agar karyawan merasa diperhatikan.



 
Profil : 
Yuke Rachma, HRD Manager & GA di salah satu outsourcing security di Kota Bandung, sebagai praktisi Human Resources sejak tahun 2007.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar