Manakah yang lebih kuat menarik
karyawan untuk mempertahankan pekerjaannya di suatu perusahaan? Karena passionnya kah atau karena hangatnya
hubungan dengan orang-orang yang ada di perusahaan tempat ia bekerja?
Sebagai seorang manajer atau atasan,
seringkali kita dapati situasi dimana karyawan yang sedang kita bina tiba-tiba
mengajukan resign. Padahal kita sudah melewati banyak waktu dan mengeluarkan
banyak energi juga untuk mendidik mereka supaya kinerjanya sesuai dengan yang
kita harapkan. Ujung-ujungnya, kita bukan hanya kehilangan supporter yang bisa
mendukung pencapaian target di bagian/ departemen ataupun divisi yang kita
pimpin. Kita juga kehilangan sebagian energi yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi. Pada puncaknya, kita harus memulai
lagi dari awal untuk membangun tim yang terganggu menjadi tim yang solid lagi.
Jelas, pencapaian target sesaat ataupun jangka panjang dapat terhambat. Dapat
terselesaikan karena dua kemungkinan, tim yang masih ada dapat segera mengambil
alih kekosongan personel (back up)
atau tim mendapat personel pengganti yang kualifikasinya sesuai dengan cepat.
Di sisi lain, sebagai seorang
karyawan juga seringkali dihadapkan pada kondisi ‘galau’ (bimbang dengan
kondisi yang dihadapi), apakah ingin melanjutkan pekerjaan di suatu tempat atau
ingin memilih pindah ke tempat lain. Dengan alasan yang tentunya juga beragam.
Mulai dari keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan latar
belakang pendidikan, yang jarak tempuh dari rumah lebih dekat, yang memberi
gaji lebih besar (tentunya ini akan sangat banyak dicari), dan tak sedikit juga
yang ingin mencari kenyamanan dalam bekerja. Hal ini berkaitan dengan kepuasan
kerja.
Dapat bekerja di sebuah perusahaan besar dan mapan
tentu menjadi harapan setiap orang. Apalagi jika kita memperoleh posisi atau
bidang pekerjaan yang sesuai betul dengan passion.
(Passion is a very strong feeling about a
person or thing. Passion is an intense emotion, a compelling enthusiasm or
desire for something). Dapatlah dibayangkan orang tersebut tidak hanya akan
memperoleh kepuasan kerja secara professional, namun secara pribadipun ia akan
sangat menikmati hari-hari kerja dengan tumpukan tugas dan menjalankan tuntutannya
dengan senang hati. Yang seperti ini akan bertahan lama. Hanya saja, pekerjaan
impian seperti ini bukan saja menuntut kemampuan yang prima (kualifikasi yang
harus dipenuhi pastilah sangat panjang), tentunya juga menuntut hasil
kesesuaian bidang (psikotes) yang tesnya selalu dianggap sulit oleh sebagian
besar orang awam. Artinya, sebagian karyawan yang memilih bekerja karena passion tentu karena ia juga memiliki
kemampuan yang dapat dipertanggung jawabkan di bidangnya dan lulus psikotes.
Sebagian lain, karena beruntung lulus wawancara tanpa psikotes (tidak melalui
psikotes tetapi memperoleh bidang pekerjaan yang sesuai minat). Lalu
bagaimanakah nasib karyawan yang tidak pernah lulus tes kesesuaian bidang?
Apakah ia tidak memiliki peluang untuk bekerja, bertahan lama, dan merasa puas
dengan yang ditekuninya?
Contoh situasi yang ada saat ini
terjadi di salah satu perusahaan outsourcing security di Bandung. Turn over yang terjadi termasuk sangat
tinggi. Dan kenyataannya tidak hanya di perusahaan ini saja, tapi di tempat
lain yang sejenis juga tampaknya keluar masuk karyawan menjadi kegiatan rutin
setiap bulan, bahkan mungkin setiap minggu. Pertanyaannya, apakah semua anggota
security itu selalu berpindah-pindah? Ternyata tidak. Meskipun tidak sampai 50%
nya saja sisa yang bertahan di suatu tempat, tapi mereka sanggup menunjukkan
loyalitas yang cukup tinggi terhadap perusahaan. Kebanyakan dari mereka merasa
sudah nyaman dengan kondisi pekerjaan di lapangan, dan yang lebih penting lagi
adalah mereka merasa sudah nyaman dengan hubungan yang terjalin di antara
rekan-rekan kerja satu tim ataupun dengan atasan langsung. Saling mem-backup
ketika ada anggota security yang sakit, saling mendukung ketika ada yang
mengalami musibah, saling berbagi ketika ada situasi bahagia, dan sebagainya. Kenyamanan
hubungan inilah yang sepertinya mendukung terbentuknya kepuasan kerja buat
sebagian besar anggota security di lapangan. Bahkan tak jarang mereka menolak
untuk dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi atau pindah lokasi kerja dengan
alasan sudah cukup nyaman di tempat bekerja yang sekarang.
Teori yang disampaikan Wexley dan Yukl (1977)
berpendapat bahwa pekerjaan yang terbaik bagi penelitian-penelitian tentang
kepuasan kerja adalah dengan memperhatikan baik faktor pekerjaan maupun faktor
individunya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja yaitu gaji, kondisi kerja, mutu pengawasan, teman sekerja,
jenis pekerjaan, keamanan kerja dan kesempatan untuk maju serta faktor individu
yang berpengaruh adalah kebutuhan-kebutuhan yang dimilikinya, nilai-nilai yang
dianut dan sifat-sifat kepribadian.
Tampaknya, jika menilik pada kondisi yang dicontohkan
tadi serta teori Wexley dan Yukl (1979), maka kebutuhan-kebutuhan individu
inilah yang patut kita perhatikan, ketika kesesuain minat dengan bidang kerja (hasil
psikotes) atau passion tidak diperoleh
seorang karyawan untuk dapat bertahan lama di suatu perusahaan. Dengan begitu,
sebagai karyawan tidak perlu berkecil hati lagi dan merasa bahwa pekerjaan yang
ditekuninya tidak akan memberikan kepuasan. Tidak perlu terus-menerus melamar
ke sana kemari untuk mendapatkan pekerjaan lain yang dianggap lebih sesuai. Cukuplah
mencari kenyamanan itu dengan memenuhi kebutuhan lain yang lebih memungkinkan.
Salah satunya adalah dengan membangun hubungan yang lebih menyenangkan dengan
rekan-rekan kerja atau atasan. Hal ini, tentu berlaku sebaliknya buat manajer
atau atasan. Kalau ingin bawahannya lebih kerasan dan bertahan lama,
mendekatkan diri secara lebih personal menjadi pilihan yang baik agar karyawan
merasa diperhatikan.
Profil :
Yuke Rachma, HRD Manager
& GA di salah satu outsourcing security di Kota Bandung, sebagai praktisi
Human Resources sejak tahun 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar