Memiliki anak lelaki atau
perempuan sebenarnya sama saja. Pada kenyataannya, mereka adalah sama-sama
anugerah terindah yang diberikan Sang Maha Kuasa untuk diamanahkan kepada kita.
Namun, kali ini saya ingin berbagi cerita tentang anak lelaki sebagai anak
sulung. Ada banyak hal yang bisa menjadi keberuntungan dan kelebihan, terutama
untuk para Mom ketika dihadapkan
pada kenyataan bahwa karena suatu hal harus hidup sebagai seorang ibu sekaligus
seorang ayah bagi anak-anaknya.
Adalah kepastian bahwa setiap
pasangan suami-istri, atau sebagai ayah-ibu, bahwa suatu saat akan terpisahkan
oleh sebuah takdir dari Sang Maha Pemiliki Waktu. Namun caranya saja yang
berbeda-beda. Beberapa orang dihadapkan pada kenyataan harus kehilangan
pasangan karena kematian. Yang mengalami seperti ini mungkin merasa bahwa
situasinya sangat menyakitkan, sebab tidak pernah ada kesempatan untuk bisa
bertemu lagi. Tapi, bagi yang berpisah karena perceraian pun sebenarnya
mengalami hal yang sama, terlepas dari apapun alasan yang mendasari, mereka akan
merasa tersakiti berkepanjangan karena pengalaman buruk yang dilewatinya. Bahkan
ada juga untuk suatu alasan yang sifatnya hanya sementara, misalnya ditinggal
tugas ke tempat yang jauh (ke luar kota atau luar negeri) dalam waktu yang
cukup lama. Intinya, semua situasi itu menyisakan kondisi yang hampir sama, ada
perasaan sedih dan kehilangan. Pada seorang wanita, situasi ini menjadi cukup
signifikan karena secara kodrati memiliki kehalusan perasaan yang lebih
dibandingkan laki-laki. Kondisi emosional lebih mendominasi pemikiran rasional.
Dalam istilah kekinian, wanita biasanya lebih mudah ‘baper’ (=terbawa
perasaan).
Namun, apakah kerena kondisi
sedih dan kehilangan tersebut lantas seorang wanita, terutama Mom yang Single Parent, kemudian harus
menjadi kehilangan semangat hidup? Sama sekali tidak. Memiliki anak, adalah
sebuah situasi yang sangat menguntungkan buat Mom, meskipun bagi yang belum memiliki anak pun tidak berarti juga
harus berkecil hati. Intinya, cobalah mengalihkan perasaan sedih dan kehilangan
seseorang yang sangat berarti dalam kehidupan kita selama bertahun-tahun dengan
memberikan perhatian yang lebih banyak buat orang-orang yang ada di hadapan
kita saat ini. Salah satunya adalah anak-anak kita.
Lalu kenapa di awal saya
bercerita kalau memiliki anak laki-laki menjadi keberuntungan tersendiri?
Karena kenyataannya itu yang saya alami dan ingin saya bagi sebagai seorang Mom. Perpisahan yang saya alami setelah
kurang lebih 15 tahun pernikahan bukanlah hal yang mudah untuk diputuskan.
Mestinya sudah melewati beberapa pertimbangan dan alasan yang kuat menurut
versi masing-masing pihak, termasuk melibatkan kemungkinan imbasnya kepada
anak. Pada saat keputusan diambil, saya sudah memiliki seorang anak laki-laki
yang pada waktu itu berusia 6 tahun. Masih sangat muda memang. Ia masih duduk
di Taman Kanak-Kanak. Bahkan, sedikit atau banyak ia juga sempat mengalami
guncangan psikologis. Masih teringat di benak, betapa dari keseharian yang
biasanya sangat ceria dan ramai berceloteh, ia berubah menjadi agak pendiam dan
seperti menarik diri dari keriuhan dengan teman-teman atau saudara-saudaranya.
Tapi itu hanya terjadi sebentar saja. Alhamdulillah. Setiap anak tentu menangkap
situasi ini sebagai stimulus dan meresponnya dengan cara yang berbeda-beda.
Tentunya ada banyak hal atau faktor yang menyebabkan seperti itu. (Insya allah
saya akan sharing tentang hal ini secara khusus dalam artikel yang lain ya)
Singkat cerita, saat ini di
usianya yang sudah 11 tahun (sudah kelas 6 SD), ternyata si anak sudah
mengalami perubahan yang luar biasa mengejutkan. Boleh dikatakan amazing buat saya sebagai ibunya.
Perjalanan berdua selama kurang lebih 5 tahun selalu bersama-sama (meskipun
saya pernah 2 tahun bulak-balik Jabodetabek-Bandung) dalam suka dan duka telah
membentuknya menjadi laki-laki kecil yang sangat bijaksana. Dia adalah sahabat
terbaik yang pernah saya miliki. Bukan hanya karena dia tulus dan ‘no mudus’ (= tidak ada embel-embel yang
diharapkan dari kebaikan yang disampaikan), tetapi karena ternyata dia bisa
kita ajak menjadi teman hidup dan bahkan menjadi teman diskusi sekalipun. Ko
bisa? Gimana caranya?
Sebenarnya, saya sendiri juga
tidak punya formula khusus untuk hal itu. Tapi beberapa referensi baik dari
buku ataupun cerita sahabat, dan tentunya pengalaman pribadi yang saya lewati
mungkin bisa jadi tambahan pengetahuan buat teman-teman supaya lebih
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Pahami
psikologis perkembangan anak
Meskipun tidak
kuliah di jurusan Psikologis, kita tidak perlu juga harus punya buku-buku tebal
tentang hal ini secara khusus. Mencari melalui artikel-artikel sederhana pun
sudah sangat membantu dan sangat mudah diperoleh, baik melalui media cetak
apalagi melalui internet
2. Perlakukan
dia sebagai seorang manusia utuh dan menghargai keberadaan mereka apa adanya.
Mengkhawatikan
kondisi anak memang perlu. Kita sebagai orang tua dituntut untuk bertanggung
jawab dan memastikan mereka selalu dalam keadaaan baik-baik saja. Namun memberikan
perhatian berlebihan pada anak malah akan membangun rasa “tidak percaya diri”.
Mereka merasa tidak dianggap sebagai “seseorang” (=somebody/ subjek) tetapi
hanya menjadi “sesuatu” (=something/ objek). Karena itu, menurunkan rasa kuatir
yang berlebihan dengan memberikan kepercayaan kepada anak adalah langkah bijak
untuk menambah kepercayaan dirinya.
3. Berikan
kebebasan untuk belajar mengambil keputusan
Pada beberapa
kasus sederhana, saya juga seringkali memberikan kesempatan pada anak untuk
belajar memilih dan memutuskan. Misalnya, sewaktu hari libur pilihan aktivitasnya
yang bisa ditawarkan berenang, main ke “timezone” atau makan-makan di restoran
favorite. Dengan memberikan kesempatan pada anak sebagai pengambil keputusan,
ia bisa belajar banyak. Selain berhitung tentang pengeluaran, ia juga belajar
bertanggung jawab dengan pilihannya dan menerima konsekuensi bahwa ia tidak
bisa selalu memperoleh yang diinginkan secara langsung atau bersamaan
4. Tempatkan
dia tidak hanya sebagai anak tetapi juga sebagai teman atau partner
Bahkan pada saat
menghadapi masalah yang cukup berat pun, saya akhirnya bisa mengajak bicara anak
dan menyampaikan berbagai kemungkinan situasi yang dihadapi. Terbiasa mengajak
ia diskusi menjadikan ia lebih peka dan lebih cepat memahami masalah. Sehingga
kita punya teman berbagi di rumah.
5. Percaya
bahwa dia mampu melakukan apapun dalam kapasitasnya (sesuai dengan minat dan
potensinya)
Tidak terlalu
memaksakan kehendak atau keinginan kita di masa lalu yang tidak tercapai kepada
anak. Sebab mereka juga membawa harapan dan cita-cita sendiri untuk bisa diwujudkan.
Sebaliknya, kita selalu mendorong dan percaya bahwa apapun yang dilakukan mereka
hari ini akan menghasilkan yang terbaik buat dirinya di masa depan. Yang
terpenting kita selalu mengingatkan mereka agar selalu berada di track yang
benar dan tidak melenceng. Selebihnya, biarkan mereka dengan mimpi-mimpi
terbaiknya.
6. Selebihnya,
memasrahkan diri dan menyerahkan hidup pada Sang Maha Pemilik
Yang terakhir ini
mungkin bersifat sangat abstrak dan bakal kembali kepada masing-masing
individu. Tapi paling tidak saya juga hanya ingin mengingatkan, bahwa sekuat
apapun kita menginginkan sesuatu hal tapi jika Allah tidak ijinkan maka akan
sulit kita raih. Dan sebaliknya, kita juga terkadang tidak pernah bisa menduga
yang Allah berikan buat umatNya yang selalu meminta dan berdoa. Yang menjadi
bagian kita sebagai orang tua, terutama ibunya tinggal mendoakan supaya
anak-anak kita peroleh yang terbaik.
Kalau kita sudah melakukan
berbagai hal yang terbaik buat anak-anak kita mestinya kita juga bakal peroleh timbal
balik yang setimpal. Insya Allah. Mereka ada untuk menemani kita dalam
mengarungi hidup. Kecil bukan berarti ringkih, hanya tubuhnya yang belum optimal
berkembang. Polos bukan berarti tanpa kemampuan berpikir, mereka hanya perlu
waktu dan kesempatan. So Mom, masih
tidak percaya kalau kita ternyata bisa punya Best Friend? Aku sudah punya
seorang Best Friend Forever..
(didedikasikan untuk anakku tercinta, Muhammad Atilla Baseer, 11 tahun,
kelas 6 SD, terima kasih sudah menadampingi perjalanan “roller coaster” yang
terdahsyat sampai hari ini. You are my Best Friend Forever, and please don’t grow
up too fast, stay to be my minion, my little sunshine, and my everything. Love
you much)
Profil :
Yuke Rachma, seorang ibu dari
satu orang anak, HRD Manager & GA di salah satu outsourcing security di
Kota Bandung, sebagai praktisi Human Resources sejak tahun 2007.
so sweet, yuke aku suka..
BalasHapuskukira kamu tak pernah terluka, karena tulisanmu selalu penuh cinta..semangat ya sis, love you
Thank you sist Itje.. barakallah.. semoga kebahagiaan selalu tercurah buat keluargamu ya..
HapusThank you sist Itje.. barakallah.. semoga kebahagiaan selalu tercurah buat keluargamu ya..
Hapus